Cari Blog Ini

Minggu, 20 November 2011

Kue Dadar Lapis Madu

Nenek Martha yang baik hati ingin sekali makan kue dadar lapis madu kesukaannya. Dia membuka kotak uang simpanannya.

“Ah, masih cukup untuk membeli sepotong kue besar,” gumamnya. Nenek Martha mengambil topi dan keranjangnya, lalu berangkat ke toko kue. Belum jauh ia berjalan ada suara yang memanggilnya.
 

“Nenek Martha, tunggu!” Nenek Martha menoleh. Rupanya Pak Medi tetangganya. “Maukah Nenek membeli sekantong gandum saya? Saya perlu uang untuk beli obat. Anak saya baru saja jatuh.”
Nenek Martha ragu-ragu. Kalau dia membeli gandum Pak Medi, uangnya takkan cukup untuk membeli sepotong besar kue dadar lapis madu. Tapi, dia tidak tega melihat anak Pak Medi yang menangis dengan lutut berdarah.
 

“Ah, aku masih bisa membeli kue dadar lapis madu potongan kecil,” pikirnya. Nenek Martha lalu menyodorkan beberapa keping uang dan menerima gandum Pak Medi.
“Terima kasih, Nek.” Nenek Martha melanjutkan perjalanannya.
Kira-kira lima menit berjalan, Nenek Martha bertemu kusir delman yang sedang berjongkok di samping delmannya. “Nek, ban delman saya bocor. Saya tidak membwa uang untuk membayar ongkos menambalnya. Padahal saya harus mengangkut pesanan gula ke kota.”
Nenek Martha merasa kasihan dan ingin memberi uang. Tapi bagaimana dengan kue dadar lapis madunya? “Ah, barangkali aku boleh membeli setengahkue kecil,” pikirnya. Nenek Martha memberikan beberapa keping uangnya.
“Oh, Nenek baik sekali! Terma kasih, Nek! Sebagai gantinya, saya ingin memberi sekantung gula pada Nenek.”


Nenek Martha pun melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba ia merasa lelah, lalu duduk beristirahat di sebuah batang kayu di tepi jalan. Seorang anak kecil yang membawa ayam betina menghampirinya.
“Nek, ayamku baru saja bertelur. Maukah Nenek membeli telurnya? Aku perlu pensil untuk menulis di sekolah, pinta anak itu.
Nenek Martha tersenyum. “Kamu anak rajin. Tentu saja Nenek mau membantu, Nak.” Nenek Martha memberikan beberapa keping uangnya.
“Terima kasih! Nenek sungguh baik hati.”
Sepeninggal anak itu, Nenek Martha termenung sambil menghitung sisa uangnya. “Semoga pejual kue mau memberikan seperempat potong kuenya yang kecil,” doa Nenek Martha.
 

Sebentar lagi Nenek Martha sampai di toko kue. Tiba-tiba seorang gadis kecil menghentikannya. “Nenek!Tolong aku, Nek!” kata gadis kecil itu sambil menarik-narik baju Nenek Martha.
Gadis kecil itu terisak. “Ibuku memerahiku karena aku menghilangkan uang untuk membeli beras. Nek, maukah Nenek membeli mentegaku? Aku perlu uang untuk membeli beras.
Nenek Martha berikan seluruh kepingan uangnya yang tersisa. Ah, biarlah aku tidak jadi makan kue dadar lapis madu. Yang penting anak itu bisa membeli beras,”batin Nenek Martha.
Mata gadis itu berbinar-binar. Dia memeluk Nenek Martha. “Terima kasih, Nek! Tuhan pasti membalas kebaikan Nenek!”
 

Kini, uang Nenek Martha sudah habis. Padahal toko yang menjual kue dadar lapis madunya sudah ada di depan matanya.
“Aku tak punya uang lagi,” kata Nenek Martha sedih. “Ah, tapi dengan melihat dan menghirup bau harum kue dadar lapis madu, aku cukup senang.”
Nenek Martha melihat kue dadar lapis madu di depan etalase dengan pandangan kepingin. Tiba-tiba, dia ingat sesuatu! Nenek Martha membuka keranjangnya. Ada gandum, gula, telur, dan mentega di dalamnya.
 

“Oh, Nenek Martha ingin membeli kue dadar lapis madu seperti biasanya?” tanya pemilik toko kue, mengagetkan Nenek Martha.
“Eh, i…ya… Sebenarnya tadinya aku mau membelinya, tapi…” Nenek Martha menceritakan semua yang terjadi selam perjalanannya.
“Jadi, maukah Anda menukar bahan-bahan kue ini dengan sepotong kecil kue dadar lapis madu? Sepotong kecil saja,” tanya Nenek Martha penuh harap.
Pemilik toko tersenyum. “Ah, Nenek adalah seorang yang baik hati. Sepotong kecil kue tak akn cukup untuk kebaikan hati Nenek. Maukah Nenek menunggu sebentar?"
 

Tak lama kemudian, Nenek Martha mencium bau harum dari dapur toko kue. Pemilik toko keluar dengan membawa kardus besar berisi lima bulatan kue dadar lapis madu yang besar. “Ini untuk Nenek.”
Mata Nenek Martha terbelalak. “Oh, maaf, mungkin Anda salah. Tapi aku sama sekali tak punya uang untuk membayarnya.”

“Tenang, Nenek tidak perlu membayar. Kue ini saya buat dengan bahan-bahan yang Nenek berikan. Saya cuma melapisi permukaannya dengan madu sebagai hadiah untuk kebaikan hati Nenek.
 

Oooh, Nenek Martha bahagia sekali. Dengan hati-hati dimasukannya kardus berisi kue itu ke dalam keranjang.
 

“Aku bisa mengundang tetangga-tetangga dan berpesta dengan kue dadar sebanyak ini!” kata Nenek Martha dengan gembira. 
“Terima kasih, Nak. Kamu baik sekali. Semoga toko kuemu makin laris!”
Pemilik toko kue tersenyum. Ah, dia pun ikut bahagia melihat Nenek Martha berseri-seri membawa kue dadar lapis madu kegemarannya.


dikutip dari majalah bobo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar