Cari Blog Ini

Kamis, 15 Desember 2011

PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)


PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH SATELIT
DAN SIG UNTUK MENENTUKAN LUAS HUTAN KOTA
(Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat)

Sebagai salah satu kota yang menjadi hinderland Ibukota Jakarta, kota Bogor telah mendapat limpahan penduduk beserta segala kebutuhan lahan untuk tempat tinggalnya. Limpahan ini telah menimbulkan masalah kependudukan, meningkatnya kebutuhan lahan, meningkatkan pembakaran bahan-bahan bakar fosil untuk keperluan hidupnya.
Meningkatnya jumlah penduduk akan sekaligus mempengaruhi peningkatan kebutuhan pangan, bahan bakar dan lahan tempat tinggal. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk juga akan menimbulkan peningkatan kebutuhan sarana angkutan kendaraan bermotor. Sebagai wilayah yang menjadi limpahan ibukota Jakarta, tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi peningkatan jumlah industri kecil, menengah dan besar di kota Bogor.

Peningkatan ini akan mengakibatkan peningkatan jumlah gas buang CO2 dan CO yang dapat menurunkan kualitas udara sehingga mengganggu kesehatan manusia. Dilihat dari data jumlah kendaraan bermotor yang diperoleh dari Dispenda Bogor, penambahan jumlah kendaraan bermotor dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 telah meningkat sebanyak 2 kali lipat. Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada alih fungsi lahan
untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada penduduk kota. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi seperti jalur hijau, taman kota, pekarangan, lahan pertanian dan hutan yang banyak dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, rekreasi juga industri. Berkurangnya tutupan lahan yang
bervegetasi akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Sebagaimana diketahui vegetasi dapat melakukan proses fotosintesis dengan merubah CO2 menjadi O2 dan gula. Gas CO2 dari buangan kendaraan bermotor dan industri akan dirubah kembali melalui proses fotosintesis menjadi O2. Namun, bila vegetasi semakin berkurang, dan disertai dengan peningkatan jumlah CO2 maka akan mengakibatkan polusi udara yang akhirnya menyebabkan pemanasan global.

Hutan kota merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat polusi udara di kota. Selain itu, hutan kota mempunyai fungsi lain yang dapat mendukung terwujudnya lingkungan yang baik, diantaranya meredam kebisingan, menyerap debu, menyerap panas, dan dapat digunakan sebagai tempat rekreasi. Pengembangan hutan kota ini sangatlah memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik agar fungsi-fungsi hutan kota tersebut dapat terwujud secara maksimal. Informasi yang akurat, cepat dan efisiententang lokasi, sebaran dan luas hutan kota akan sangat membantu dalam perencanaan pembangunan.

Peningkatan jumlah penduduk kegiatan perekonomian dan pembangunan telah menyebabkan berbagai permasalahan konversi lahan dari lahan-lahan tutupan vegetasi menjadi lahan-lahan terbangun. Pada sisi lain peningkatan aktifitas ekonomi telah pula meningkatkan kepadatan sarana transportasi kendaraan dan jumlah industri yang ada di wilayah penelitian. Apabila kondisi ini dibiarkan. Penelitian dilaksanakan, di wilayah Kota Bogor mulai bulan April 2004 sampai dengan bulan April 2005. Kota Bogor terletak antara 1060 43’ 30” BT dan 1060 51’ 00” BT; dan antara 60 3030’’ dan 60 41’ 00”, memiliki 6 kecamatan, 22 kelurahan dan 46 desa yang luas keseluruhannya mencapai 11.850 ha. Pengolahan data dan analisis spasial dilaksanakan di Laboratorium Remote Sensing Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Data pendukung lain yang digunakan mencakup data-data spasial dan tabular berupa:
Batas administrasi kota Bogor
Batas sungai
Jalan negara
Jumlah penduduk per kelurahan kota Bogor
Jumlah ternak per kelurahan kota Bogor
Jumlah kendaraan bermotor per kelurahan kota Bogor, dan
Jumlah industri per kelurahan Kota Bogor






Teknik dan Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Berdasarkan data jumlah penduduk, jumlah ternak, jumlah kendaraan bermotor dan jumlah industri per kelurahan Bogor, kebutuhan luas hutan kota dihitung dengan Metode Gerrakis. Untuk mengetahui keseimbangan ruang tutupan hijau di Kota Bogor, selanjutnya dilakukan penghitungan selisih antara kebutuhan dan ketersediaan oksigen. Ketersediaan oksigen diperoleh dari pendugaan jumlah oksigen per satuan luas pada masing-masing
tutupan lahan hijau yang diperoleh dari hasil klasifikasi. Penentuan Luas Hutan Kota Menggunakan Metode Gerrakis Rumus penentuan luas hutan kota dengan pendekatan kebutuhan oksigen (Gerakis, 1974 dalam Wisesa, 1988):

kebutuhan oksigen
table 1. Jumlah kebutuhan oksigen setiap konsumen oksigen
konsumen
kategori
Kebutuhan 
Keterangan
Penduduk

0,864

Kendaraan bermotor
Mobil penumpang
Mobil beban
Bus
Sepeda motor
11,63
22,88
2,77
0,58
Waktu operasi 3 jam/ hari
Waktu operasi 2 jam/ hari
Waktu operasi 3 jam/ hari
Waktu operasi 1 jam /hari
Ternak
Kerbau dan sapi
Kuda
Kambing dan domba
Ayam
1,702
1,854
0,314
0,167

Industry
Mesin  boiler
Generator
529,41
Waktu aktif 8 jam / hari

Ketersediaan Oksigen
Menurut Bernatzky (1978) pohon dengan tinggi 25 m dan diameter tajuk 15 m, akan mempunyai luas tutupan tajuk 160 m2 dan luas permukaan luar daun sebesar 1600 m2, akan menghasilkan O2 (output) sebanyak 1712 g. Dengan kata lain 1 Ha lahan hijau membutuhkan 900 kg CO2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu
yang sama akan menghasilkan 600 kg O2. Data tersebut selanjutnya digunakan untuk menduga ketersediaan oksigen yang dihasilkan oleh vegetasi. Jumlah kebutuhan oksigen Kota Bogor terus meningkat setiap tahunnya seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk, kendaraan bermotor, ternak, dan industri. Perkiraan seluruh kebutuhan oksigen Kota Bogor pada tahun 2003 adalah 2.599.052,08 kg/hari, yang mana dengan komponen yang paling mempengaruhi adalah kendaraan bermotor. Pada tahun 2005 total, kebutuhan oksigen meningkat menjadi 2.941.729,35 kg/ hari, tahun 2010 menjadi 4.139.170,12 kg/ hari, tahun 2015 menjadi 7.253.917,76 kg/ hari, dan tahun 2020 menjadi 28.669.511,14 kg/hari. Komponen yang paling mempengaruhi total kebutuhan oksigen dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2015 adalah kendaraan bermotor, namun pada tahun 2020, hewan ternak merupakan komponen yang paling mempengaruhi. Hal tersebut dipengaruhi oleh estimasi jumlah hewan ternak yang meningkat pesat pada tahun 2015 terutama di Kecamatan Bogor Barat.

Pemodelan Spasial Hutan Kota
Dari kebutuhan dan ketersediaan oksigen selanjutnya dilakukan analisis spasial terhadap keseimbangan antara kedua variabel tersebut. Layer yang diperoleh dari data tabular (kebutuhan oksigen) tersebut dioverlay dengan layer tutupan vegetasi, layer batas administrasi, sungai dan layer jalan sehingga akan didapatkan informasi spasial mengenai kebutuhan hutan kota di kota Bogor. Hasil analisis data menghasilkan area luas hutan kota yang dibutuhkan di kota Bogor pada tahun 2003 adalah sebanyak 51.339,30 ha. Kebutuhan hutan kota semakin
meningkat sesuai dengan peningkatan kebutuhan oksigen. Pada tahun 2005, kebutuhan hutan kota seluas 477,538 ha, tahun 2010 seluas 81.418,267 ha, tahun 2015 seluas 143.270,418 ha dan tahun 2020 seluas 571.191 ha. Kebutuhan hutan kota pada tahun 2020 semakin meningkat terutama di Kecamatan Bogor Tengah seluas 182.269,35 ha, dan Kecamatan Bogor Barat dengan luas kebutuhan hutan kota 289.129,82 ha. Perkiraan spasial kebutuhan luas hutan kota di Kota Bogor pada tahun 2003 dan tahun 2020 disajikan secara berturut-turut pada Gambar 3 & 4.

Keseimbangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pendugaan Ketersediaan Oksigen
Jumlah total kebutuhan oksigen kota Bogor, pada tahun 2003 adalah 2.599.052 kg/hari sedangkan jumlah oksigen total yang dihasilkan oleh RTH di kota Bogor pada tahun 2003 sebanyak 10.105.976.40 kg/hari. Ini berarti bahwa Kelas-kelas RTH yang diklasifikasikan dari citra SPOT dan IKONOS adalah pohon, sawah, rumput, dan kebun.











    Gambar  3. Peta kebutuhan hutan Kota Bogor  tahun 2003
Gambar   4. Peta kebutahan Kota Bogor   tahun 2020
Alternatif yang dapat dilakukan dengan mengganti bahan bakar dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan akan membutuhkan waktu yang lama, karena belum terdapat bahan bakar yang dapat lebih sedikit mengkonsumsi oksigen. Sedangkan untuk menekan laju pertumbuhan kendaraan bermotor dengan membatasi jumlah kendaraan sangatlah sulit, karea sarana transportasi sangatlah vital bagi aktivitas penduduk salah satu alternatif
yang masih dapat dilakukan adalah membatasi jumlah kendaraan angkutan kota yang sangat memerlukan peran pemerintah setempat, agar laju pertumbuhan kendaraan penumpang dapat ditekan. Begitu juga dengan industri, sebaiknya meggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan tingkat konsumsi oksigen yang lebih kecil.
Membatasi jumlah industri maupun kapasitas produksi sangatlah sulit untuk dilakukan, karena akan mengganggu aktivitas perekonomian sehingga menimbulkan kerugian yang besar. Melihat permasalahan diatas, maka peranan hutan kota harus optimal, misalnya dengan membangun hutan kota dengan tanaman yang mempunyai toleransi terhadap polutan yang tinggi dan dapat memproduksi oksigen dalam jumlah yang besar. Penanaman
pohon atau penghijauan di kawasan industri dan perkantoran akan membantu mengurangi polusi yang dikeluarkan dari industri. Selain itu bentuk dan tipe hutan kota perlu diperhatikan dalam mengembangkan hutan kota di Bogor. Hutan kota sebagai taman rekreasi dapat dikembangkan di pusat kota seperti taman-taman kota sebagai tempat
peristirahatan ataupun menambah keindahan kota. Taman di pusat perbelanjaan dapat membantu bila dikelola dan dikembangkan dengan baik. Perencanaan pembangunan yang tepat akan membantu memecahkan masalah tersebut.
Untuk penambahan kawasan hutan kota di pusat kota dapat memanfaatkan lahan kosong yang tidak digunakan. Berdasarkan hasil klasifikasi citra, luas tanah kosongm mencapai 837,781 ha. Selain itu, penanaman jalur hijau di seluruh ruas jalan yang ada di wilayah kota, penghijauan pekarangan rumah dan penghijauan bantaran sungai merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Gambar 8b menunjukkan salah satu jalur hijau di ruas jalan kota Bogor dan Gambar 8c menunjukkan salah satu taman kota yang terletak di pusat kota Bogor. Usaha penghijauan harus tetap dilakukan, agar kenyamanan dan keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Ketersediaan RTH yang cukup tinggi di perbatasan kota Bogor dapat menjadi penyangga bagi pusat kota yang ketersediaan RTH
nya sangat minim.